Friday, May 7

Renungilah..Bercinta,Bercouple..tiada faedahnya..malah ckit pon tiada manfaatnya..

Suatu ketika someone bertanya
padaku...
“Apakah kamu sudah punya
pacar?“
Aku jawab’Belum’
“Maukah kamu jadi pacarku?“ Ia
kembali bertanya.
Aku jawab’aku tak mau pacaran’
”Kenapa tidak mau pacaran?”
Karena pacaran adalah hal yang
terlarang dalam Islam, kataku.
”Kenapa begitu, bukankah
pacaran adalah ajang perkenalan,
agar tidak menyesal setelah
menikah, kalau menikah tanpa
perkenalan bagaikan membeli
kucing dalam karung dong ?”
Katanya mencibir keyakinanku
yang tidak mau pacaran.
Aku jawab bahwa Islam tidak
sesempit itu. Islam selalu
menghadirkan solusi terbaik bagi
setiap problematika hidup. Islam
datang lengkap bersama
aturannya, aturan yang sesuai
fitrah manusia, memuaskan akal,
dan menentramkan jiwa. Dalam
Islam tidak ada pacaran, tapi
taaruf …dan taaruf bukanlah
semacam pacaran Islami.
Coba kita lihat apa yang
dilakukan oleh orang yang
berpacaran. Jalan berdua, saling
berpandangan dan terkadang
berpegangan tangan, saling
merayu, dan lain-lain kegiatan
yang menjurus pada nafsu dan
syahwat. Maka, Pacaran itu
adalah salah satu pintu untuk
mendekati zina. Dan perintah
Allah sudah begitu jelas dalam
surat Al-Isra ayat 32
"‘dan janganlah kamu mendekati
zina karena sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk ’,
Perintah Allah sudah begitu jelas,
Dia melarang hambanya untuk
hanya sekedar mendekati, hanya
mendekati. Dia amat paham
dengan rinci setiap kemampuan
hamba-Nya.
Manusia itu adalah mahluk yang
serba lemah dan tidak berdaya.
Jadi, jangan pernah sombong
dengan kemapuan kita menjaga
diri di dalam maksiat. Berpura-
pura buta dan tuli serta menutup
mata dan telinga dari kebenaran.
Apakah aku harus pura-pura buta
dan tuli, padahal kebenaran itu
telah sampai padaku. Aku tidak
mau kelak di hari penghisaban
amal, Allah berkata padaku
dengan murka
"celakalah kamu, padahal telah
datang peringatan padamu, tapi
kamu malah berpaling dan
mengabaikannya. Sekarang
terimalah balasan atas semua
kelalaian dan kesombonganmu".
Aku tidak sanggup, aku tidak
berani menjamin. Apalagi syetan
selalu menggoda dari segala
penjuru. Bagaimana mungkin
iman bisa terjaga, sementara kita
berada d tempat yang
menjauhkan kita dari-Nya, kita
melakukan hal yang melanggar
syariatNya. Aku tak sanggup, aku
hanya manusia biasa. Aku tak
mau menggadaikan iman hanya
untuk mengejar cinta sesaat.
Allah...biarlah kering dua telaga
beningku di dunia, asalkan aku
dapat menjadi hamba yang
beruntung, yakni hidup dalam
keridhaan-Mu, dunia dan akhirat.
Aku tak peduli dengan cibiran
orang-orang padaku. Walaupun
pahit dan sakitnya terasa sampai
ke hati, tapi aku yakin nanti
berbuah manis.
”Kalau begitu bagaimana kamu
bisa menikah? Jodoh tidak turun
sendiri dari langit, dan harus ada
salah satu usaha untuk bisa
menjemput jodoh. Kalau kamu
tidak pacaran Itu berarti kamu
tidak berusaha dong ?” Dia
kembali bertanya.
Aku tidak pacaran bukan berarti
aku tidak berusaha, tapi aku ingin
mendapat suami dengan jalan
yang diridhai-Nya. Bahkan, aku
adalah gadis yang bercita-cita
menikah di usia muda. Tapi, aku
hanyalah manusia biasa.
Percayalah pada-Nya. Aku tidak
pacaran, bukan berarti aku tak
mau menikah. Tapi ini adalah
wujud ketaatanku dan usahaku
untuk meraih ridha-Nya. Dan
Sebagai usaha juga, agar nanti
aku mendapat jodoh yang baik.
Baik menurut pandangan-Nya.
Aku yakin dan percaya pada-Nya.
Masalah jodoh sudah ada
ketetapannya. Aku tidak pacaran,
bukan berarti aku tidak mau
menikah. Jika aku selalu menolak
lelaki yang datang, bukan berarti
pula aku menolak jodoh. Hal ini
terjadi, karena memang belum
sampai pada jodohku. Jika
saatnya tiba, Allah pasti akan
membukakan hatiku untuk
menerima lelaki yang memang
telah disiapkan Allah untukku.
Dengan cara yang mungkin tidak
pernah terlintas dalam pikiran ku.
”Aku mengerti kini kenapa kamu
tidak pernah punya pacar dan
pacaran. Tapi bagaimanakah
pandanganmu tentang jatuh
cinta? Apakah kamu tidak pernah
jatuh cinta, sehingga kamu selalu
saja menolak cinta para pria
dengan berbagai alasan.”
Cinta..?
Ah bagaimana bisa aku jatuh
cinta. Bagaimana bisa cinta itu
hadir, sementara belum ada ijab.
Bagaimana cinta bisa datang,
sementara belum ada cinta dan
janji yang terucap dihadapan-
Nya.
Ya...bagaimana bisa aku jatuh
cinta, bagaimana aku bisa
percaya dengan cinta seorang
lelaki sementara ia tidak
mengetuk hatiku dengan nama-
Nya. Ya...sejak dulu, saat aku telah
beranjak balig, tak ada satupun
lelaki yang bisa meraih hatiku.
Tak ada satupun lelaki yang
mampu mengetuk pintu hatiku
dengan cinta dan kesetiaannya.
Berkali-kalipun mereka mengetuk
dan dengan berbagai cara
apapun. Tapi aku tetap tidak
bergeming. Aku tidak percaya
dengan cinta mereka. Aku tidak
percaya.
Kenapa? Karena cinta yang
mereka bawa bukanlah cinta
sejati. Walaupun dimata nampak
bagaikan pecinta sejati. Dan aku
takan pernah membiarkan hatiku
tergoda apalagi terbuka untuk
cinta palsu dan sementara.
Maafkan aku. Sungguh aku tak
bermaksud menyakiti apalagi
merasa sok cantik. Tidak. Tapi,
aku memang benar-benar tak
sanggup untuk menerima cinta
sesaat. Walaupun aku begitu
tersanjung dengan cinta mereka
dan terkadang juga aku begitu
simpati dengan mereka. Tapi, Aku
tak pernah peduli dengan
perasaanku yang menggelora,
sungguh aku tak peduli sakitnya
hati karena cinta bertepuk
sebelah tangan. Aku lebih memilih
memendam cintaku, dan
menitipkan semua perasaanku
kepada Sang empunya cinta.
Jika saatnya tiba, saat seorang
lelaki datang mengetuk hatiku
dengan nama-Nya. Membawa
cinta-Nya dan mengikatku dalam
rangkaian khitbah dan akad
nikah, maka saat itulah aku akan
percaya dengan cinta seorang
lelaki, dan aku akan membuka
lebar-lebar hatiku untuk cintanya,
ya...saat itulah aku akan
merasakan bagaimana indahnya
jatuh cinta. Jatuh cinta yang
sesungguhnya.
Jatuh cinta dengan seorang yang
sudah dihalalkan Allah untuk
diriku. Jatuh cinta dengan
jodohku. Jatuh cinta kepada
suamiku. Cinta yang terlahir
karena mengharap ridha-Nya,
cinta yang sesungguhnya, cinta
yang suci, cinta yang hakiki, cinta
yang sejati, cinta yang telah
didoakan oleh sepuluh ribu
malaikat penghuni langit dan
bumi. Cinta yang akan menuai
banyak pahala dan berkah-Nya
sepanjang masa. Cintanya
sepasang pengantin yang telah
diridhai oleh Tuhannya. Maka
nikmat tuhan-Mu yang manakah
yang kamu dustakan?

”Kalau begitu, kenapa sampai
sekarang belum menikah. Kenapa
kamu selalu menolak lelaki yang
dengan tulus ingin menikahimu ?”
Belum datang jodohnya. Kataku
pendek
”Kenapa kamu yakin salah satu
dari mereka bukan jodohmu?”
Jodoh...?
Ah jika ada yang bertanya
padaku tentang jodoh, sama
halnya dia bertanya padaku
tentang azal. Mampukah aku
menjawab?, Tidak. Karena jodoh
adalah bagian terdalam dari
setiap takdir manusia, ia begitu
gaib. Sejak ruh ditiupkan pada
anak Adam, padanya telah
ditetapkan umur, ajal, rijki, dan
jodoh. Aku tidak tahu siapakah
jodohku kelak, kapan, dimana,
dan bagaimana aku bertemu
dengan jodohku, apakah aku
akan berjodoh di dunia ataukah
diakhirat kelak. Aku tidak tahu.
Aku hanya bisa berusaha dan
berdoa supaya Allah
menjodohkanku dengan kekasih-
Nya.
”Tapi kenapa slalu menolak? Tidak
ada salahnya bagi wanita untuk
menerima lelaki yang bukan
impiannya. ” Kembali dia berkata.
Sebenarnya belum ada yang perlu
ditolak sebab mereka belum
melamar. Ini baru taaruf atau
perkenalan. Kalau dari perkenalan
saja aku sudah merasa sudah
tidak mantap, tentu saja aku
menolak melanjutkan ke taraf
berikutnya. Lalu dengan
menolaknya, apakah lantas sama
artinya aku menolak jodoh? Dari
mana mereka bisa menyimpulkan
bahwa salah satu dari mereka
adalah jodohku?
Bagiku jodoh bukankah sesuatu
hal yang sepele. Bukan semata
diukur dari suka atau tidak suka.
Cocok atau tidak cocok. Pas atau
tidak pas. Berumah tangga
bukanlah suatu hal yang mudah
seperti halnya membalikan kedua
telapak tangan. Jika tidak hati-
hati dalam menitinya, baik dalam
perencanaan maupun ketika
mengarunginya, ia akan menjadi
bagian dari sebuah penderitaan
yang tiada bertepi bagi siapapun
yang menjalaninya.
Ketika ada yang mengajukan
lamaran dan mengajak aku tuk
menikah dan kutolak, maka tidak
perlu ia merasa patah hati. Toh ia
telah menjalankan suatu ibadah,
membuktikan niatan suci dalam
hati, dan berusaha menjalani
sunnah dengan menikah, dan
menjaganya dari cara-cara yang
tidak diridhoiNya.
Sekali lagi, Setiap orang berhak
tuk menerima atau menolak
pinangan, baik laki-laki maupun
perempuan. Dan sudah
seharusnya kita bisa berbesar
hati dan bersikap dewasa dalam
menerima segala keputusan.
Apalagi keputusan menikah yang
merupakan salah satu hal yang
sangat besar.
Dan aku sampai kapanpun takan
menikah dengan lelaki yang tak
pernah peduli dengan agamanya
sendiri, dan menjadikan atribut
duniawi sebagai kebanggaan.
Aku takan pernah memilih
seorang laki-laki hanya dengan
pertimbangan emosional belaka
tanpa memperhatikan bagaimana
akhlaq dan kepribadiannya.
Menikah bukan untuk gaya-
gayaan. Menikah adalah bagian
dari perjuangan dan karenanya,
konsep menikah harus selaras
dengan arah perjuangan dakwah.
Dan aku yakin kalau jodoh adalah
rahasia Allah dan aku percaya
pada-Nya.Aku yakin dan percaya
pada-Nya. Masalah jodoh sudah
ada ketetapannya. Aku tidak
pacaran, bukan berarti aku tidak
mau menikah. Jika kebetulan aku
selalu menolak lelaki yang datang,
bukan berarti pula aku menolak
jodoh. Hal ini terjadi, karena
memang belum sampai pada
jodohku. Jika saatnya tiba, Allah
pasti akan membukakan hatiku
untuk menerima lelaki yang
memang telah disiapkan Allah
untukku. Dengan cara yang
mungkin tidak pernah terlintas
dalam pikiran ku.
Namun yang pasti semua tetap
kembali pada takdir-Nya.
Siapapun jodohku kelak, yang
penting Allah ridha itu sudah
cukup bagiku. Ya sebagai
manusia biasa aku hanya bisa
berusaha dan berdoa. Berusaha
menjadi baik agar kelak berjodoh
dengan yang baik. Aku berusaha
membuat satu kriteria dalam
memilih suami. Secara teoritis,
aku ingin suamiku nanti seorang
yang mampu menjadi imam bagi
keluarga. Sebagai kriteria
dasarnya, ia harus shaleh.
Kenapa kita membuat kriteria
untuk syarat memilih suami, itu
adalah bentuk upaya! Ikhtiar! Itu
bukti bahwa kita menpunyai
semacam upaya untuk
membentuk rumah tangga yang
baik. Itu suatu bukti bahwa pada
saat kita memilih pasangan, kita
memilihnya tidak berdasarkan
nafsu dan syahwat. Itulah
sebabnya Rasul menyebut
tawakal sesudah ikhtiar, jika
diletakan sebelumnya, itu bukan
tawakal tapi kekonyolan.
”Yah...aku mengerti kini. Islam
memang indah. Mulai kini aku
hanya akan pacaran setelah
menikah, seperti katamu
’ Indahnya pacaran setelah
menikah’. Dan aku akan berusaha
menjadi orang shalih agar Allah
menjodohkan aku dengan kaksih-
Nya... ” katanya mantap dengan
senyum yang mngembang.
Amin. Semoga rahmat
danhidayah-Nya selalu tercurah
kepada kita semua.

4 comments:

  1. ehm kuat tol iman banat nie...hope ak pown bole gitu...i'allah...

    ReplyDelete
  2. hm..insyaAllah...
    jgn ikut2 org sgat..

    ReplyDelete
  3. arap2 sy pn leh wt wanita nie...
    Amin..

    ReplyDelete

Friday, May 7

Renungilah..Bercinta,Bercouple..tiada faedahnya..malah ckit pon tiada manfaatnya..

Suatu ketika someone bertanya
padaku...
“Apakah kamu sudah punya
pacar?“
Aku jawab’Belum’
“Maukah kamu jadi pacarku?“ Ia
kembali bertanya.
Aku jawab’aku tak mau pacaran’
”Kenapa tidak mau pacaran?”
Karena pacaran adalah hal yang
terlarang dalam Islam, kataku.
”Kenapa begitu, bukankah
pacaran adalah ajang perkenalan,
agar tidak menyesal setelah
menikah, kalau menikah tanpa
perkenalan bagaikan membeli
kucing dalam karung dong ?”
Katanya mencibir keyakinanku
yang tidak mau pacaran.
Aku jawab bahwa Islam tidak
sesempit itu. Islam selalu
menghadirkan solusi terbaik bagi
setiap problematika hidup. Islam
datang lengkap bersama
aturannya, aturan yang sesuai
fitrah manusia, memuaskan akal,
dan menentramkan jiwa. Dalam
Islam tidak ada pacaran, tapi
taaruf …dan taaruf bukanlah
semacam pacaran Islami.
Coba kita lihat apa yang
dilakukan oleh orang yang
berpacaran. Jalan berdua, saling
berpandangan dan terkadang
berpegangan tangan, saling
merayu, dan lain-lain kegiatan
yang menjurus pada nafsu dan
syahwat. Maka, Pacaran itu
adalah salah satu pintu untuk
mendekati zina. Dan perintah
Allah sudah begitu jelas dalam
surat Al-Isra ayat 32
"‘dan janganlah kamu mendekati
zina karena sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk ’,
Perintah Allah sudah begitu jelas,
Dia melarang hambanya untuk
hanya sekedar mendekati, hanya
mendekati. Dia amat paham
dengan rinci setiap kemampuan
hamba-Nya.
Manusia itu adalah mahluk yang
serba lemah dan tidak berdaya.
Jadi, jangan pernah sombong
dengan kemapuan kita menjaga
diri di dalam maksiat. Berpura-
pura buta dan tuli serta menutup
mata dan telinga dari kebenaran.
Apakah aku harus pura-pura buta
dan tuli, padahal kebenaran itu
telah sampai padaku. Aku tidak
mau kelak di hari penghisaban
amal, Allah berkata padaku
dengan murka
"celakalah kamu, padahal telah
datang peringatan padamu, tapi
kamu malah berpaling dan
mengabaikannya. Sekarang
terimalah balasan atas semua
kelalaian dan kesombonganmu".
Aku tidak sanggup, aku tidak
berani menjamin. Apalagi syetan
selalu menggoda dari segala
penjuru. Bagaimana mungkin
iman bisa terjaga, sementara kita
berada d tempat yang
menjauhkan kita dari-Nya, kita
melakukan hal yang melanggar
syariatNya. Aku tak sanggup, aku
hanya manusia biasa. Aku tak
mau menggadaikan iman hanya
untuk mengejar cinta sesaat.
Allah...biarlah kering dua telaga
beningku di dunia, asalkan aku
dapat menjadi hamba yang
beruntung, yakni hidup dalam
keridhaan-Mu, dunia dan akhirat.
Aku tak peduli dengan cibiran
orang-orang padaku. Walaupun
pahit dan sakitnya terasa sampai
ke hati, tapi aku yakin nanti
berbuah manis.
”Kalau begitu bagaimana kamu
bisa menikah? Jodoh tidak turun
sendiri dari langit, dan harus ada
salah satu usaha untuk bisa
menjemput jodoh. Kalau kamu
tidak pacaran Itu berarti kamu
tidak berusaha dong ?” Dia
kembali bertanya.
Aku tidak pacaran bukan berarti
aku tidak berusaha, tapi aku ingin
mendapat suami dengan jalan
yang diridhai-Nya. Bahkan, aku
adalah gadis yang bercita-cita
menikah di usia muda. Tapi, aku
hanyalah manusia biasa.
Percayalah pada-Nya. Aku tidak
pacaran, bukan berarti aku tak
mau menikah. Tapi ini adalah
wujud ketaatanku dan usahaku
untuk meraih ridha-Nya. Dan
Sebagai usaha juga, agar nanti
aku mendapat jodoh yang baik.
Baik menurut pandangan-Nya.
Aku yakin dan percaya pada-Nya.
Masalah jodoh sudah ada
ketetapannya. Aku tidak pacaran,
bukan berarti aku tidak mau
menikah. Jika aku selalu menolak
lelaki yang datang, bukan berarti
pula aku menolak jodoh. Hal ini
terjadi, karena memang belum
sampai pada jodohku. Jika
saatnya tiba, Allah pasti akan
membukakan hatiku untuk
menerima lelaki yang memang
telah disiapkan Allah untukku.
Dengan cara yang mungkin tidak
pernah terlintas dalam pikiran ku.
”Aku mengerti kini kenapa kamu
tidak pernah punya pacar dan
pacaran. Tapi bagaimanakah
pandanganmu tentang jatuh
cinta? Apakah kamu tidak pernah
jatuh cinta, sehingga kamu selalu
saja menolak cinta para pria
dengan berbagai alasan.”
Cinta..?
Ah bagaimana bisa aku jatuh
cinta. Bagaimana bisa cinta itu
hadir, sementara belum ada ijab.
Bagaimana cinta bisa datang,
sementara belum ada cinta dan
janji yang terucap dihadapan-
Nya.
Ya...bagaimana bisa aku jatuh
cinta, bagaimana aku bisa
percaya dengan cinta seorang
lelaki sementara ia tidak
mengetuk hatiku dengan nama-
Nya. Ya...sejak dulu, saat aku telah
beranjak balig, tak ada satupun
lelaki yang bisa meraih hatiku.
Tak ada satupun lelaki yang
mampu mengetuk pintu hatiku
dengan cinta dan kesetiaannya.
Berkali-kalipun mereka mengetuk
dan dengan berbagai cara
apapun. Tapi aku tetap tidak
bergeming. Aku tidak percaya
dengan cinta mereka. Aku tidak
percaya.
Kenapa? Karena cinta yang
mereka bawa bukanlah cinta
sejati. Walaupun dimata nampak
bagaikan pecinta sejati. Dan aku
takan pernah membiarkan hatiku
tergoda apalagi terbuka untuk
cinta palsu dan sementara.
Maafkan aku. Sungguh aku tak
bermaksud menyakiti apalagi
merasa sok cantik. Tidak. Tapi,
aku memang benar-benar tak
sanggup untuk menerima cinta
sesaat. Walaupun aku begitu
tersanjung dengan cinta mereka
dan terkadang juga aku begitu
simpati dengan mereka. Tapi, Aku
tak pernah peduli dengan
perasaanku yang menggelora,
sungguh aku tak peduli sakitnya
hati karena cinta bertepuk
sebelah tangan. Aku lebih memilih
memendam cintaku, dan
menitipkan semua perasaanku
kepada Sang empunya cinta.
Jika saatnya tiba, saat seorang
lelaki datang mengetuk hatiku
dengan nama-Nya. Membawa
cinta-Nya dan mengikatku dalam
rangkaian khitbah dan akad
nikah, maka saat itulah aku akan
percaya dengan cinta seorang
lelaki, dan aku akan membuka
lebar-lebar hatiku untuk cintanya,
ya...saat itulah aku akan
merasakan bagaimana indahnya
jatuh cinta. Jatuh cinta yang
sesungguhnya.
Jatuh cinta dengan seorang yang
sudah dihalalkan Allah untuk
diriku. Jatuh cinta dengan
jodohku. Jatuh cinta kepada
suamiku. Cinta yang terlahir
karena mengharap ridha-Nya,
cinta yang sesungguhnya, cinta
yang suci, cinta yang hakiki, cinta
yang sejati, cinta yang telah
didoakan oleh sepuluh ribu
malaikat penghuni langit dan
bumi. Cinta yang akan menuai
banyak pahala dan berkah-Nya
sepanjang masa. Cintanya
sepasang pengantin yang telah
diridhai oleh Tuhannya. Maka
nikmat tuhan-Mu yang manakah
yang kamu dustakan?

”Kalau begitu, kenapa sampai
sekarang belum menikah. Kenapa
kamu selalu menolak lelaki yang
dengan tulus ingin menikahimu ?”
Belum datang jodohnya. Kataku
pendek
”Kenapa kamu yakin salah satu
dari mereka bukan jodohmu?”
Jodoh...?
Ah jika ada yang bertanya
padaku tentang jodoh, sama
halnya dia bertanya padaku
tentang azal. Mampukah aku
menjawab?, Tidak. Karena jodoh
adalah bagian terdalam dari
setiap takdir manusia, ia begitu
gaib. Sejak ruh ditiupkan pada
anak Adam, padanya telah
ditetapkan umur, ajal, rijki, dan
jodoh. Aku tidak tahu siapakah
jodohku kelak, kapan, dimana,
dan bagaimana aku bertemu
dengan jodohku, apakah aku
akan berjodoh di dunia ataukah
diakhirat kelak. Aku tidak tahu.
Aku hanya bisa berusaha dan
berdoa supaya Allah
menjodohkanku dengan kekasih-
Nya.
”Tapi kenapa slalu menolak? Tidak
ada salahnya bagi wanita untuk
menerima lelaki yang bukan
impiannya. ” Kembali dia berkata.
Sebenarnya belum ada yang perlu
ditolak sebab mereka belum
melamar. Ini baru taaruf atau
perkenalan. Kalau dari perkenalan
saja aku sudah merasa sudah
tidak mantap, tentu saja aku
menolak melanjutkan ke taraf
berikutnya. Lalu dengan
menolaknya, apakah lantas sama
artinya aku menolak jodoh? Dari
mana mereka bisa menyimpulkan
bahwa salah satu dari mereka
adalah jodohku?
Bagiku jodoh bukankah sesuatu
hal yang sepele. Bukan semata
diukur dari suka atau tidak suka.
Cocok atau tidak cocok. Pas atau
tidak pas. Berumah tangga
bukanlah suatu hal yang mudah
seperti halnya membalikan kedua
telapak tangan. Jika tidak hati-
hati dalam menitinya, baik dalam
perencanaan maupun ketika
mengarunginya, ia akan menjadi
bagian dari sebuah penderitaan
yang tiada bertepi bagi siapapun
yang menjalaninya.
Ketika ada yang mengajukan
lamaran dan mengajak aku tuk
menikah dan kutolak, maka tidak
perlu ia merasa patah hati. Toh ia
telah menjalankan suatu ibadah,
membuktikan niatan suci dalam
hati, dan berusaha menjalani
sunnah dengan menikah, dan
menjaganya dari cara-cara yang
tidak diridhoiNya.
Sekali lagi, Setiap orang berhak
tuk menerima atau menolak
pinangan, baik laki-laki maupun
perempuan. Dan sudah
seharusnya kita bisa berbesar
hati dan bersikap dewasa dalam
menerima segala keputusan.
Apalagi keputusan menikah yang
merupakan salah satu hal yang
sangat besar.
Dan aku sampai kapanpun takan
menikah dengan lelaki yang tak
pernah peduli dengan agamanya
sendiri, dan menjadikan atribut
duniawi sebagai kebanggaan.
Aku takan pernah memilih
seorang laki-laki hanya dengan
pertimbangan emosional belaka
tanpa memperhatikan bagaimana
akhlaq dan kepribadiannya.
Menikah bukan untuk gaya-
gayaan. Menikah adalah bagian
dari perjuangan dan karenanya,
konsep menikah harus selaras
dengan arah perjuangan dakwah.
Dan aku yakin kalau jodoh adalah
rahasia Allah dan aku percaya
pada-Nya.Aku yakin dan percaya
pada-Nya. Masalah jodoh sudah
ada ketetapannya. Aku tidak
pacaran, bukan berarti aku tidak
mau menikah. Jika kebetulan aku
selalu menolak lelaki yang datang,
bukan berarti pula aku menolak
jodoh. Hal ini terjadi, karena
memang belum sampai pada
jodohku. Jika saatnya tiba, Allah
pasti akan membukakan hatiku
untuk menerima lelaki yang
memang telah disiapkan Allah
untukku. Dengan cara yang
mungkin tidak pernah terlintas
dalam pikiran ku.
Namun yang pasti semua tetap
kembali pada takdir-Nya.
Siapapun jodohku kelak, yang
penting Allah ridha itu sudah
cukup bagiku. Ya sebagai
manusia biasa aku hanya bisa
berusaha dan berdoa. Berusaha
menjadi baik agar kelak berjodoh
dengan yang baik. Aku berusaha
membuat satu kriteria dalam
memilih suami. Secara teoritis,
aku ingin suamiku nanti seorang
yang mampu menjadi imam bagi
keluarga. Sebagai kriteria
dasarnya, ia harus shaleh.
Kenapa kita membuat kriteria
untuk syarat memilih suami, itu
adalah bentuk upaya! Ikhtiar! Itu
bukti bahwa kita menpunyai
semacam upaya untuk
membentuk rumah tangga yang
baik. Itu suatu bukti bahwa pada
saat kita memilih pasangan, kita
memilihnya tidak berdasarkan
nafsu dan syahwat. Itulah
sebabnya Rasul menyebut
tawakal sesudah ikhtiar, jika
diletakan sebelumnya, itu bukan
tawakal tapi kekonyolan.
”Yah...aku mengerti kini. Islam
memang indah. Mulai kini aku
hanya akan pacaran setelah
menikah, seperti katamu
’ Indahnya pacaran setelah
menikah’. Dan aku akan berusaha
menjadi orang shalih agar Allah
menjodohkan aku dengan kaksih-
Nya... ” katanya mantap dengan
senyum yang mngembang.
Amin. Semoga rahmat
danhidayah-Nya selalu tercurah
kepada kita semua.

4 comments:

  1. ehm kuat tol iman banat nie...hope ak pown bole gitu...i'allah...

    ReplyDelete
  2. hm..insyaAllah...
    jgn ikut2 org sgat..

    ReplyDelete
  3. arap2 sy pn leh wt wanita nie...
    Amin..

    ReplyDelete